Wednesday, June 8, 2011

SPELEOLOGI DAN PENELUSURAN GUA

Posted by Unknown on 8:04 PM

PENGERTIAN GOA DAN SPELEOLOGI
Speleologi berasal dari bahasa Yunani, spelaion = goa dan logos = ilmu sehingga speleologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang goa-goa. Goa merupakan bentukan alami yang tidak bisa terlepas atau berdiri sendiri dari lingkungannya sehingga speleologi merupakan ilmu tentang goa dan lingkungannya. Menurut IUS (International Union of Speleology), cave atau goa yaitu setiap ruang bawah tanah yang dapat ditelusuri/dimasuki manusia. Oleh karena itu, caving adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia terhadap goa dan lingkungan goa. Ada tiga istilah yang sering digunakan oleh para penelusur goa yaitu speleologi (sering digunakan oleh orang Eropa), spelunking (oleh orang Amerika) sedangkan caving (oleh orang Inggris). Namun, di Indonesia istilah yang paling populer untuk sebutan Penelusuran Goa adalah Caving, sedangkan orang yang berkecimpung didalamnya disebut sebagai Caver. 

SEJARAH PENELUSURAN GOA.
Secara pasti, sejarah penelusuran goa belum tercatatkan khususnya kapan kali pertama manusia masuk goa. Namun, peninggalan atau artefak yang ditemukan di goa-goa merupakan bukti bahwa manusia sudah masuk goa sejak zaman dahulu. Dari catatan, penelusuran goa dimulai sejak Jhon Beamount, ahli bedah Somerset, England pada tahun 1674 menelusuri goa/sumuran (potholing) sedalam 20 m. Ia juga tercatat orang pertama yang memasuki goa. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan saat itu, goa juga mengalami perkembangan ilmu menjadi speleologi tepatnya pada abad XIX dan dijadikan sebagai lahirnya speleologi. Lahirnya speleologi ini berkat ketekunan seorang Alfred Martel untuk menelusuri goa sejak kecil. Martel ini juga orang pertama yang mengenalkan peralatan- peralatan penelusuran goa pada tahun 1888. Dari jasanya, Martel dijuluki sebagai Bapak Speleologi.
Di Indonesia, kegiatan caving pertama kali dikenalkan pada tahun 1979 dengan terbentuknya klub speleologi dengan nama SPECAVINA. Klub ini didirikan oleh Norman Edwin (alm) seorang petualang dan dr R.K.T. Ko seorang ahli kedokteran. Karena perbedaan prinsip akhirnya klub ini pecah menjadi dua yaitu Garba Bumi (pendiri Norman Edwin) dan Hikespi (pendiri dr. R. K. T. Ko). Ko adalah seorang ahli penyakit kelamin yang tertarik pada lingkungan goa yang kemudian menekuninya hingga beliau mendapat derajat diploma speleologi. Hikespi ini diakui di tingkat internasional dibawah Union Internationale de Spelelogie. Dan hingga sekarang masih aktif membuka kursus-kursus bagi para pencinta caving baik tingkat pemula (dasar) hingga instruktur. Sejalan dengan itu, di Indonesia juga bermunculan klub-klub speleologi seperti BSC (Bogor Speleological Club), DSC (Denpasar Speleological Club), SCALA (Speleo Club Malang), JSC (Jakarta Speleological Club), ASC (Acintyacunyata Speleological Club Yogyakarta). Hingga kini klub yang masih aktif adalah ASC di Yogyakarta dan divisi Caving yang ada di Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam setingkat Universitas)
Di Yogyakarta, kegiatan Caving mulai terbentuk pada tahun 15 Oktober 1992 dengan terbentuknya Forum komunikasi antar OPA sebagai wadah komunikasi antar penggiat penelusuran goa, saling tukar informasi dan pengetahuan, serta memberikan batasan aman ( Safety Prosedur) bagi penggiat penelusuran goa di Yogyakarta. Wadah tersebut hingga kini dikenal sebagai Arisan Caving Yogyakarta dan hingga saat ini sudah mempunyai strandar kurikulum penelusuran goa dan aktif melakukan kegiatan bersama.

LINGKUP KEGIATAN PENELUSURAN GOA

Lingkup kegiatan Penelusuran Goa secara garis besar dibagi 3 kelompok yaitu :
Kegiatan Olahraga (High Risk Sport)
Kegiatan caving sebagai olah raga bersifat adventurir (petualangan). Dalam hal ini setiap penelusur goa dituntut memiliki keberanian, kemampuan fisik dan mental yang baik, peralatan yang standar serta teknik dan ketrampilan penelusuran goa dengan baik pula. Bila hal-hal tersebut diabaikan maka lebih baik tidak berkecimpung dalam kegiatan ini, karena ini termasuk dalam jenis olahraga yang memiliki resiko tinggi (high risk sport).
Teknik dasar olah raga Caving tidak jauh berbeda dengan rock climbing, hill walking, mounteneering, renang, menyelam dan arung jeram. Untuk itu, tiap penelusur goa harus menguasai teknik dasar tersebut, dan minimal mengetahui masalah self rescue (PPPK) karena medan goa lebih terisolir dari dunia luar dan memiliki variasi medan yang beragam seperti aliran air yang deras, danau, air terjun, tebing-tebing terjal.

Kegiatan Ilmiah

Kegiatan ilmiah dalam caving mencakup berbagai disiplin ilmu seperti : Biospeleologi, Hidrologi, Geomorfologi, Kartografi, Karstologi, Speleologi hingga Fotografi. Di negara-negara Eropa dan Amerika, kegiatan ilmiah caving sudah berkembang dan umumnya para penelusur goa disana adalah ilmuan. Di Indonesia sendiri, kegiatan ilmiah caving sudah mulai nampak dan berkembang baik yang dilakukan oleh para ilmuan maupun para petualang muda kita.

Kegiatan Wisata (Tourism) Termasuk Wisata Budaya.
Kegiatan wisata goa sudah ada sejak tahun 1818, ketika Kaisar Habsbrug Francis dari Austria meninjau goa Adelsberg yang terletak di Yugoslavia dan kemudian seorang wiraswastawan yang bernama Josip Jersinovic mengembangkannya sebagai tempat wisata dengan cara mempermudah jalan mencapai goa dengan memberi penerangan dan pengunjung dikenai biaya masuk. Di Indonesia, wisata goa masih banyak dipengaruhi oleh kegiatan mistik dan magis. Namun, perlu diketahui bahwa wisata goa yang berlebihan dan yang terlalu mengekploitasi goa perlu dicegah.

Dasar-Dasar Speleogenesis

PENGERTIAN

Speleogenesis berasal dari kata speleo yang berarti goa dan genesa yang berarti kejadian, sehingga speleogenesis merupakan cabang dari speleologi yaitu ilmu yang mempelajari rangkaian terjadinya atau terbentuknya suatu goa dan sistem perguaan mulai dari pembentukan awal suatu goa (cave inception) dan perkembangannya (cave development) dalam kurun waktu tertentu. Proses terbentuknya gua pada batuan beku (vulkanik) akan sangat berbeda dengan goa pada daerah karst (limestone). Dalam diktat ini speleogenesis lebih ditekankan pada goa-goa yang terbentuk di lingkungan Karst.

PROSES TERBENTUKNYA GOA

Sampai saat ini ada berbagai macam teori tentang bagaimana goa karst terbentuk. Menurut W. M. Davis (1930) goa pertama kali dibentuk didalam zone freatik dibawah permukaan tanah. Menurut Lehman (1932) bahwa goa mulai terbentuk setelah ada ruangan pemula. Beberapa teori yang lainnya menyatakan bahwa terjadinya goa dimulai pada saat terjadinya pelebaran rekahan oleh proses pelarutan (solusional). Proses pembentukan goa tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama (jutaan bahkan ratusan juta tahun), sehingga speleogenesis hanya dapat diterangkan secara teoritis. Teori tentang terbentuknya goa memang masih dalam perdebatan, namun dari berbagai macam teori tersebut, ada beberapa yang dapat diterima dan dipakai secara umum. Teori tersebut dikenal dengan teori klasik pembentukan goa walaupun kini banyak bermunculan teori modern yang menyanggah teori klasik tersebut. Secara umum, ada 3 teori yang umum digunakan yaitu Vadose Theory, Deep Phreatic Theory dan Watertable Theory.
Vadose Theory
Menyatakan bahwa goa terbentuk akibat aliran air yang melewati rekahan-rekahan pada batuan gamping yang berada diatas permukaan air tanah.Teori Vadose ini banyak didukung oleh Dwerry house (1907), Greene (1908), Matson (1909), dan Malott (1937) yang mempertahankan bahwa sebagian besar perkembangan gua berada di atas watertable dimana aliran air tanah paling besar. Jadi, aliran air tanah yang mengalir dengan cepat, yang mana gabungan korosi secara mekanis dengan pelarutan karbonat, yang bertanggung jawab terjadap perkembangan gua. Martel (1921) percaya bahwa begitu pentingnya aliran dalam gua dan saluran (conduit) begitu besar sehingga tidak berhubungan terhadap hal terbentuknya gua batu gamping sehingga tidak relevan menghubungkan batugamping yang ber-gua dengan dengan adanya water table, dengan pengertian bahwa permukaan tunggal dibawah keseluruhan batuannya telah jenuh air.
Vadose Theory

Deep Phreatic Theory

Menyebutkan goa terbentuk dibawah permukaan air tanah dimana pada rekahan-rekahan terbentuk goa akibat proses pelarutan. Teori Deep Phreaticini banyak dianut oleh Cjivic (1893), Grund (1903), Davis (1930) dan Bretz (1942) yang memperlihatkan bahwa permulaan gua dan kebanyakan pembesaran perguaan terjadi di kedalaman yang acak berada di bawah water table, sering kali pada zona phreatic yang dalam. Gua-gua diperlebar sebagai akibat dari korosi oleh air phreatic yang mengalir pelan. Perkembangan perguaan giliran kedua dapat terjadi jika water table diperrendah oleh denudasi (penggundulan) permukaan, sehingga pengeringan gua dari air tanah dan membuatnya menjadi vadose dan udara masuk kedalam gua. Selama proses kedua ini aliran permukaan dapat masuk ke sistem perguaan dan sedikit merubah lorong gua oleh korosi.
Deep Phreatic Theory

Watertable theory

Menyatakan goa terbentuk dekat dan diatas permukaan airtanah sesuai dengan turunnya permukaan airtanah. Teori Water Table dianut oleh Swinnerton (1932), R Rhoades dan Sinacori (1941), dan Davies (1960) mendukung gagasan bahwa air yang mengalir deras pada water tabel adalah yang bertanggungjawab terhadap pelarutan di banyak gua. Eleveasi dari water table berfluktuasi dengan variasi volume aliran air tanah, dan dapat menjadi perkembangna gua yang kuat didalam sebuah zone yang rapat diatas dan dibawah posisi rata-rata. Betapapun, posisi rata-rata watertable harus relatif tetap konstan untuk periode yang lama. Untuk menjelaskan sistem gua yang multi tingkat, sebuah water table yang seimbang sering dihubungkan dengan periode base levelling dari landscape diikuti dengan periode peremajaan dengan kecepatan down-cutting ke base level berikutnya.
Watertable Theory

Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya goa adalah fisiografi regional, sistem percelahan-rekahan, struktur dari batuan karbonat, tektonisme setempat, sifat petrologi dan kimiawi batuan karbonat, volume air yang melalui, jenis dan jumlah sedimentasi, runtuhan, iklim masa kini dan masa lalu, vegetasi diatas lorong, bentuk semula dari goa tersebut dan tindakan manusia.

MACAM-MACAM GOA

Goa merupakan celah dan sistem rekahan (fisure and crack system) yang umumnya terbentuk pada batuan gamping (limestone), tetapi dapat pula terbentuk pada batuan beku vulkanik, batu gypsum, batuan garam, batu pasir, es, gletser dan pada tebing terjal atau danau. Goa-goa tersebut dinamakan goa sandstone, goa es, goa gletser dan goa litoral. Menurut lingkungan terbentuknya, goa dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a.       Goa Vulkanik
b.       Goa Kapur/ lingkungan Karst
Terjadi karena proses pelarutan dan pengendapan. Proses pelarutan yang terjadi adalah jika air mengumpul didalam cekungan-cekungan di permukaan, maka pelarutan mulai berlangsung khususnya di sepanjang bidang perlapisan, kekar dan saluran lunak lainnya (Sweeting,1968). Menurut Sunarto (1989) memaparkan bahwa berlangsungnya pelarutan batu gamping sangat dipengaruhi oleh faktor tunggal yang penting, yaitu konsentrasi karbondioksida baik sebagai CO2 bebas maupun sebagai ion HCO3. sedangkan katalisator yang paling penting dalam proses pelarutan tersebut adalah air hujan dan CO2 sehingga CO2 akan larut dalam air membentuk asam karbonat (CaHCO3) yang akan membentuk kalsium bikarbonat yang merupakan larutan berair dengan persamaan (Faniran dan Jeje, 1983) :

                H2O + CO2   ––––––––®  H2CO3
                Air         Karbondioksida            asam karbonat
                                                                H2CO3  +  CaCO3  ––––®  Ca(HCO3)2
                                                                                     Batugamping            kalsium bikarbonat


JENIS LORONG GOA.
Dalam eksplorasi, kita harus mengenal jenis atau tipe-tipe lorong yang akan kita eksplorasi. Pengenalan lorong ini banyak bermanfaat dalam deskripsi, identifikasi maupun hingga pada penyelamatan diri terhadap bahaya-bahaya penelusuran goa. Secara umum jenis lorong goa dibagi dalam 4 kelompok besar yaitu :

Lorong Fosil

Pada lorong ini kondisi hidrologi relatif amat minim bila dibandingkan dengan lorong-lorong lainnya. Terutama pada pertumbuhan ornamen goa yang sudah mencapai nol. Kelembaban yang cukup rendah dan suhu yang relatif tinggi merupakan ciri utama lorong ini.

Lorong Vadose

Lorong Vadose ini merupakan lorong goa yang hanya dialiri air pada musim penghujan sehingga secara relatif lorong ini memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan lorong fosil, dan suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan lorong fosil. Pertumbuhan ornamen-ornamen goa relatif masih tetap ada meski sudah semakin mengecil.

Lorong Muka Air

suatu lorong bisa dikatakan sebagai lorong muka air apabila ditemui aliran sungai bawah tanah, namun belum tentu jika ditemui kolam bawah tanah merupakan lorong muka air. Pada lorong ini pertumbuhan ornamen masih sangat maksimal dengan kelembaban yang relatif paling tinggi dan suhu yang relatif paling rendah dibandingkan lorong-lorong lainnya.

Lorong Freatik

Lorong ini hanya dapat dimasuki dengan teknik penyelaman (Diving). Kondisi korong ini tidak memungkinkan adanya pertumbuhan ornamen goa sehingga pada umumnya memiliki dinding goa yang relatif halus dibanding lorong goa lainnya.

ORNAMEN/DEKORASI GOA (SPELEOTHEM)
Kesepakatan dalam klasifikasi speleothem memiliki dua hirarki; form (bentuk) dan style (corak). Form adalah speleothem dengan bentuk dasar yang dapat membedakan berdasar pada perilaku pertumbuhan mineral atau mekanisme dasar deposisinya. Style adalah klasifikasi lanjutan dari form yang menjelaskan bentuk berbeda yang merupakan hasil dari perbedaan tingak aliran, tingkat deposisi, dan faktor lainnya.
Daftar form speleothem menurut kesepakatan adalah:
·         Form dripstone dan flowstone (Stalactite, stalagmite, draperies, flowstone sheet.)
·         Form Erratic (Shield, helictites, form botryoidal, anthodite, moonmilk)
·         Form sub-aqueous (Kolam rimstone, concretion dari berbagai macam, deposit kolam, deretan Kristal)

Klasifikasi diatas dibatasi pada kelompok mineral tertentu, terutama karbonat. Namun, secara garis besar ada pengklasifikasian yang lebih sederhana yaitu :
Batu Alir (Flowstone)
Yaitu ornamen gua yang terbentuk karena aliran air. Terdiri dari
1.       Canopy : ornamen yang tumbuh pada dinding goa, berbentuk menyerupai setengah tudung payung, atau jamur terbentuk karena aliran ait yang mengalir diatas batu yang menenpel pada dinding goa.
2.       Gordyn : ornamen yang menempel pada dinding goa, memanjang dari atas ke bawah dan berbentuk korden jendela.
3.       Draperis : merupakan ornamen pada dinding goa yang menyerupai susunan gigi atau gergaji dibagian bawahnya. Merupakan gordyn yang bagian bawahnya terbentuk bentukan gergaji.
4.       Gourdam : ornamen ini berebntuk mirip petak-petak sawah. Ada dua jenis mikro (berukuran kecil) dan makrogourdam (berukuran besar). Terbentuk akibat pengendapan kalsit pada saat aliran air terhambat atau diperlambat pada bibir gour tersebut.
Batu Tetes (Dripstone)
Yaitu ornamen goa yang terbentuk karena tetesan air.
1.       Batu tetes menggantung :
·         Stalagtit : formasi batuan yang menggantung (tumbuh ke bawah) karena pengaruh gravitasi.
·         Straw : merupakan jenis stalagtit dengan diameter sesuai dengan tetesan air dan dibagian tengah berlubang (seperti sedotan minuman).
2.       Batu tetes tegak :
·         Stalagmit : ornamen yang tumbuh dari lantai goa yang dikarenakan tetesan dari stalaktit yang terus menunpuk pada satu titik.

Rimestone yaitu terbentuk dalam air.

Bentukan lain
1.       Cave pearl (mutiara goa) : ornamen benrbentuk bola kristal atau mutiara yang terbentuk pada kolam dibawah tetesan air, terjadi karena endapan kristal kalsit yang menyelubungi butiran pasir lapis demi lapis akibat bergulirnya butiran pasir secara kontinyu dalam media air jenuh caco3.
2.       Colum : ornamen yang berupa stalagmit dan stalagtit yang telah bertemu ujungnya sehingga menyambung menjadi satu pilar.

LINGKUNGAN GOA

Lingkungan goa yang akan dibicarakan disini adalah lingkungan goa karst.  Karst merupakan istilah yang diambil dari bahasa Slovenia (dahulu Yugoslavia) tepatnya didaerah Dinaric yang diambil dari istilah kar (batuan) dan hrast (oak) dan dipakai pertama kali oleh pembuat peta asal Austria tahun 1774 sebagai suatu nama untuk daerah berbatuan kering tandus dan berhutan oak didaerah goa yang berada didekat perbatasan Yugoslavia dan Italia Utara (Moore & Sullivan,1978). Secara garis besar, lingkungan goa dapat dibagi menjadi dua yaitu eksokarst dan endokarst. Endokarst merupakan bentangan atau bentukan yang ada didalam/ dibawah permukaan seperti ornamen-ornamen goa dan eksokarst lebih ditekankan pada kenampakan diluar atau di permukaan. Bentukan eksokarst dapat digunakan sebagai identifikasi lingkungan goa, bentukan tersebut antara lain doline, uvala, singking creek, singking hole, conical hills, polje, danau karst, natural bridge. Secara garis besar, karakteristik lingkungan goa mempunyai suhu yang relatif stabil dan menyesuaikan dengan suhu batuan goa, kelembaban relatifnya tinggi hampir mendekati 100% dan perbedaan tekanan udara disebabkan perubahan suhu, suhu naik tekanan akan turun dan sebaliknya. Lingkungan goa mempunyai zonasi tersendiri yaitu :
1.       Zone terang : bagian goa yang masih bisa menerima cahaya matahari secara langsung. Fluktuasi suhu dan kelembaban masih tinggi.
2.       Zone Peralihan : bagian gua yang menerima cahaya matahari tetapi tidak secara langsung seperti dari pantulan dinding goa. Fluktuasi suhu dan kelembaban masih terjadi tetapi relatif tidak tinggi.
3.       Zone gelap total : bagian goa yang sama sekali tidak ada cahaya (gelap abadi). Fluktuasi suhu dan kelembaban sangat kecil, relatif konstan.
Karakteristik lingkungan goa selain karakteristik fisik, lingkungan gua juga merupakan tempat hidup berbagai organisme baik tumbuhan ataupun binatang, organisme tersebut menggunakan goa untuk berbagai kebutuhan, ada yang menggunakan sebagai tempat hidup, diamana mereka dapat memenuhi siklus kehidupannya seperti makan, reproduksi atau berkembang biak, dan ada pula yang menjadikan goa sebagai tempat untuk istirahat sementara. Hewan-hewan yang hidup di lingkungan goa dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
·         Trogloxene : hewan yang secara kebetulan berada dalam goa karena sebenarnya hewan tersebut asing terhadap lingkungan goa seperti musang, ular, nyamuk.
·         Troglophile : hewan yang menyukai kegelapan, tetapi masih mencari makanan di luar lingkungan goa seperti kelelawar dan walet. Hewan jenis ini hanya memanfaatkan goa sebagai tempat tinggal dan berlindung.
·         Troglobite (troglobion) : hewan ini keseluruhan siklus hidupnya terjadi didalam goa, sehingga memiliki sifat-sifat yang jauh berbeda dengan hewan-hewan yang ada di permukaan. Tandanya antara lain berpigmen sedikit, kulit tipis dan penglihatan tidak berfungsi dan menggantungkan sepenuhnya pada antena/ sungut.
Tumbuhan biasanya banyak dijumpai di bagian mulut goa atau zone terang, karena tumbuhan memerlukan sinar matahari untuk dapat melangsungkan hidupnya.  


Etika dan Moral Penelusuran Goa

KODE ETIK PENELUSURAN GUA

1.       Setiap penelusur gua menyadari bahwa gua merupakan lingkungan yang sangat sensitif dan mudah tercemar. Karenanya penelusur gua harus :
2.       Tidak mengambil sesuatu kecuali mengambil potret (Take nothing but picture.)
3.       Tidak meninggalkan sesuatu, kecuali jejak kaki (Leave nothing but footprint)
4.       Tidak membunuh sesuatu kecuali waktu (Kill nothing but time)
5.       Setiap penelusur gua sadar, bahwa setiap bentukan alam didalam gua dibentuk dalam kurun waktu RIBUAN TAHUN. Setiap usaha merusak gua, mengambil/ memindahkan sesuatu didalam gua itu TANPA TUJUAN JELAS dan ILMIAH SELEKTIF, akan mendatangkan kerugian yang tidak dapar ditebus.
6.       Setiap menelusuri gua dan menelitinya, dilakukan oleh penelusur gua dengan penuh RESPEK, tanpa mengganggu dan mengusir kehidupan bota dalam gua.
7.       Setiap penelusur gua menyadari bahwa kegiatan speleologi, baik dari segi olah raga/ segi ilmiahnya BUKAN MERUPAKAN USAHA YANG PERLU DIPERTONTONKAN DAN TIDAK BUTUH PENONTON.
8.       Dalam hal penelusuran gua, para penelusur gua harus bertindak sewajarnya. Para penelusur gua tidak memandang rendah keterampilan dan kesanggupan sesame penelusur. Sebaliknya, seseorang penelusur gua dianggap melanggar etika, bila memaksakan dirinya untuk melakukan tindakan-tindakan diluar batas kemampuan fisik dan tekniknya, serta kesiapan mentalnya.
9.       Respek terhadap sesama penelusur gua, ditunjukkan setiap penelusur dengan cara :
10.    Tidak menggunakan bahan/ peralatan, yang ditinggalkan rombongan lain tanpa seizin mereka.
11.    Tidak membahayakan penelusur lainnya, seperti melempar kedalam gua, bila ada orang didalam gua, memutuskan atau MENYURUH memutuskan tali yang sedang digunakan rombongan lain.
12.    Tidak menghasut penduduk sekitar gua untuk melarang menghalang-halangi rombongan lain untuk memasuki gua, karena tidak satupun gua di Indonesia milik perorangan, kecuali bila gua itu dibeli yang bersangkutan.
13.    Jangan melakukan penelitian yang sama, apabila ada rombongan lain yang diketahui sedang melakukan pekerjaan yang sama dan belum MEMPUBLIKASIKANNYA DALAM MEDIA MASSA / dalam MEDIA ILMIAH.
14.    Jangan gegabah menganggap anda penemu sesuatu, kalau anda belum yakin betul bahwa tidak ada orang lain, yang juga telah menemukan pula sebelumnya, dan jangan melaporkan hal-hal yang tidak benar demi SENSASI dan AMBISI PRIBADI, karena hal ini berarti membohongi DIRI SENDIRI dan DUNIA SPELEOLOGI
15.    Setiap usaha penelusuran gua merupakan usaha bersama. Bukan usaha yang dicapai sendiri. Karenanya, setiap usaha mempublikasikan suatu hasil penelusuran gua, tidak boleh dengan cara MENONJOLKAN PRESTASI PRIBADI, tanpa mengingat bahwa setiap penelusuran gua merupakan kegiatan team.
16.    Dalam suatu publikasi, jangan menjelek-jelekkan nama sesama penelusur walaupun si penelusur berbuat hal-hal yang negatif, kritik terhadap sesama penelusur akan memberi gambaran negatif terhadap semua penelusur.

KEWAJIBAN PENELUSUR GUA

1.       Dunia speleologi diberbagai negara meneruskan himbauan kepada semua penelusur, agar lingkungan gua dijaga kebersihannya, kelestariannya dan kemurniannya.
2.       KONSERVASI LINGKUNGAN GUA, harus menjadi tujuan utama speleologi dan di  lakukan sebaik-baiknya oleh setiap penelusur gua.
3.       MEMBERSIHKAN GUA serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama penelusur gua
4.       Apabila sesama penelusur gua MEMBUTUHKAN PERTOLONGAN DARURAT, setiap penelusur gua lainnya wajib memberi pertolongan, itu dalam batas kemampuannya.
5.       Setiap penelusur gua wajib menaruh RESPEK TERHADAP PENDUDUK DI SEKITAR GUA. Karena mintalah ijin seperlunya, bila mungkin, secara tertulis dari yang berwenang. Jangan membuat onar/ melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketentaraman/ menyinggung persaan penduduk.
6.       Bila meminta ijin dari instansi resmi, maka harus dirasakan sebagai KEWAJIBAN UNTUK MEMBUAT LAPORAN DAN MENYERAHKANNYA KEPADA INSTANSI TERSEBUT. Apabila telah meminta nasehat kepada kelompok penelusur/ seorang ahli lainnya, maka laporannya wajib pula diserahkan kepada penelusur/ penasehat perorangan itu.
7.       BAGIAN-BAGIAN YANG BERBAHAYA PADA SUATU GUA, WAJIB DIBERITAHUKAN KEPADA KELOMPOK PENELUSUR LAINNYA, apabila anda mengetahui ada kelompok lain yang menelusuri gua tersebut.
8.       DILARANG MEMAMERKAN BENDA-BENDA MATI/ HIDUP YANG DITEMUKAN DI DALAM GUA, UNTUK KALANGAN NON PENELUSUR GUA/ NON AHLI SPELEOLOGI. Hal itu untuk menghindari dorongan kuat, yang hampir pasti timbul, untuk mengambili benda-benda itu, guna koleksi pribadi. Bila dirasakan perlu maka hanya dipamerkan foto-fotonya saja.
9.       TIDAK MENGANJURKAN MEMPUBLIKASIKAN PENEMUAN-PENEMUAN DI DALAM GUA, sebelum yakin betul adanya usaha perlindungan dari yang berwenang. Perusakan gua oleh orang awam menjadi tanggung jawab si penulis berita, apabila mereka mengunjungi gua-gua tersebut sebagai akibat publikasi dalam media massa.
10.    Di berbagai negara, SETIAP MUSIBAH YANG DIALAMI PENELUSUR GUA WAJIB DILAPORKAN KEPADA SESAMA PENELUSUR, melalui MEDIA SPELEOLOGI yang ada. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya musibah lagi.
11.    Menjadi kewajiban mutlak penelusur gua, untuk MEMBERITAHUKAN KEPADA KELUARGA REKAN TERDEKAT, KE LOKASI MANA IA AKAN PERGI DAN KAPAN AKAN PULANG. Di tempat terdekat lokasi gua WAJIB MEMBERITAHUKAN PENDUDUK, NAMA DAN ALAMAT para penelusur dan KAPAN akan diharapkan selesai menelusuri. Wajib memberitahukan kepada penduduk SIAPA YANG HARUS DIHUBUNGI, APABILA PENELUSUR GUA belum keluar pada waktu yang telah ditentukan.
12.    Para penelusur gua WAJIB MEMPERHATIKAN KEADAAN CUACA. Wajib meneliti apakah ada bahaya banjir di dalan gua, sewaktu turun hujan lebat, dan meneliti lokasi-lokasi mana di dalam gua yang dapat dipakai untuk menyelamatkan diri dari banjir.
13.    Dalam setiap musibah, setiap penelusur gua wajib bertindak dengan tenang, tanpa panik, dan wajib PATUH PADA INSTRUKSI PEMIMPIN PENELUSUR GUA/ WAKILNYA. Setiap
14.    Penelusur gua WAJIB MELENGKAPI DIRINYA DENGAN PERLENGKAPAN DASAR, pada kegiatan yang lebih sulit menggunakan perlengkapan yang memenuhi syarat. Ia wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan, tentang penggunaan peralatan itu sebelum menelusuri gua.
15.    Setiap penelusur gua WAJIB MELATIH DIRI DALAM PERBAGAI KETERAMPILAN GERAK MENELUSURI GUA DAN KETERAMPILAN PENGGUNAAN ALAT-ALAT yang dipergunakan.
16.    Setiap penelusur gua WAJIB MEMBACA BERBAGAI PUBLIKASI MENGENAI GUA, LINGKUNGAN GUA DAN PERALATAN, AGAR PENGETAHUANNYA TETAP BERKEMBANG. Bagi yang mampu melakukan penelititan dan observasi ilmiah, diwajibkan menulis publikasi agar sesama penelusur/ ahli speleologi lainnya dapat menarik manfaat dari makalah-makalah tersebut.

Bahaya-Bahaya Penelusuran Goa
Dari banyaknya kejadian-kejadian kecelakaan yang terjadi di goa, secara umum dapat dikelompokan menjadi dua penyebab terjadinya kecelakaan. Secara umum, semua rangkaian kegiatan kecelakaan goa ini lebih ditekankan pada bahaya-bahaya penelusuran goa. Bahaya- bahaya  dalam penelusuran goa dapat dibagi menjadi dua pengertian yaitu

PENGERTIAN ANTROPOSENTRISME

Obyek utamanya adalah manusia sehingga manusia yang perlu dilindungi dari bahaya. Biasanya terjadi akibat kealpaan atau kecerobohan penelusur goa itu sendiri.

Terpeleset

jatuh dengan akibat fatal, gegar otak, terkilir dan patah tulang. Hal ini sering terjadi karena terburu-buru meloncat, salah menduga jarak. Oleh karena itu, dalam penelusuran goa diminimalkan untuk meloncat karena kekuatan dinding atau lantai goa yang dijadikan pijakan belum tentu kuat. Setiap langkah merupakan kewaspadaan bagi kita dan team.

Kepala Terantuk

Kepala terantuk atap goa/ stalagtit/ bentukan goa lainnya. Oleh karena itu, wajib menggunakan helm.

Tersesat

terutama bila goa bercabang banyak dan bertingkat, terutama bila daya orientasi pemimpin kurang. Sangat dianjurkan secra periodik menoleh kembali ke belakang ataupun membuat tanda jejak yang tidak merusak.

Tenggelam

terutama bila nekat masuk dimusim hujan dan tidak memperhatikan local base level. Juga pada sungai bawah tanah yang beraliran deras dan dalam serta memiliki airterjun. Sangat dianjurkan menggunakan pelampung dan life lines.
Kedinginan (Hypothermia)
Terutama bila basah dan kondisi badan kurang sehat dan tidak membawa bahan makanan yang cukup.

Dehidrasi

kekurangan cairan tubuh, tanpa disadari cairan tubuh turun dengan drastis, karena suhu yang rendah. Oleh karena itu minum yang cukup sangat dianjurkan, ataupun membawa garam anti diare/ oralit.
Keruntuhan Atap/ Dinding Goa.
Ini memang nasib sial tapi sering terjadi diluar negeri, maka wajib mempelajari batuan disekitar atap dan dinding goa secara cermat.

Radiasi Dalam Goa

Hal ini belum diperhatikan di Indonesia, tetapi diluar negeri menjadi sorotan, terutama gas Radon dan turunannya. Terutama bagi penelusur goa yang merokok, gas dapat menyerap secara akumulatif kedalam paru-paru, bahaya menderita kanker paru-paru akan berlipat ganda. MAKA SANGAT TIDAK DIANJURKAN MEROKOK DALAM GOA. Selain dapat meracuni udara dalam goa dan paru-paru penelusur lainnya yang tidak merokok.

Keracunan Gas

Bila sirkulasi udara kurang baik, gas dari tetesan air dinding dan difusi atap goa (CO2) akan menjadi bahaya utama. Terutama bila terlihat akar yang menjuntai diatap dan sisa sampah organik diatap dan lantai goa yang mengalami pembusukan. Gejalanya aktifitas sedikit dan nadi bertambah cepat disertai nafas yang tidak teratur, kepala pusing dan berkunang-kunang, mata perih, hilang orientasi dan lupa diri, pingsan bahkan sampai mati. Maka wajib membawa lilin, karena lilin/korek tidak bisa menyala bila tidak ada oksigen yang cukup. Lampu karbid tidak bisa dijadikan patokan, karena api karbid bereaksi dengan gas yang dihasilkan dari reaksi karbid tersebut, tidak membakar oksigen bebas. Kelelawar juga menggunakan oksigen dalam jumlah besar, juga fermentasi guano (kotoran kelelawar).

Penyakit-Penyakit Akibat Kuman/ Virus :
·         Histoplasmosis, terutama bila lorongnya penuh guano kering. Parasit histoplasmosis capsulatum bila terhirup akan menginveksi paru-paru, mirip seperti TBC, lengkap dengan batuk darahnya.
·         Leptospirosis, banyak makan korban pada penelusuran di Mulu. Seperti malaria, badan menggigil, demam, pagal-pagal, lemas. Terutama menyerang penelusur yang tidur dalam goa serta makanan dan minumannya tercemar kencing tikus goa.

Gigitan Binatang Beracun

Seperti ular, kalajengking, lipan biasanya di zona senja adapun di zona gelap biasanya terbawa banjir.

Keracunan Bahan Pencemar Air

Keracunan bahan pencemar air dalam goa, insektisida dan pupuk kimia menjadi polutan yang dapat membahayakan penelusur goa. Sambaran petir, bumi/tanah mengandung elektron, sehingga energi listrik dari petir dapat merambat sampai kedalam bumi.

Kesalahan Atau Kegagalan Peralatan

Bahaya akibat kesalahan atau kegagalan teknis peralatan, terutama penerangan, oleh karenanya wajib membawa minimal 3 sumber cahaya. Juga kelayakan alat yang dipakai.

Akibat Cave Diving

merupakan kegiatan yang sangat berbahaya, tidak seperti di perairan terbuka bila kita panik atau kehabisan oksigen maka diatas adalah atap goa.

Maka HIKESPI menyusun ringkasan singkat yang mudah diingat :
K  emana anda pergi memasuki goa beritahukan kepada rekan dan sanak saudara, tempat dan waktunya
E   mpat orang dianggap jumlah minimal penelusur goa.
A   lat-alat yang dibawa harus memadai dan mengerti cara pakainya
M  embawa tiga sumber cahaya dan cadangan pengganti lampu dan batu senter.
A   jaklah selalu orang yang berpengalaman
N  afas sesak dan tersengal-sengal tanda hyper, maka harus segera keluar
A  kal sehat, keterampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tepat, serta pengalaman menjadi pegangan penelusur goa, bukan adu nasib atau kenekatan
N  aluri keselamatan yang ada pada setiap penelusur goa wajib dikembangkan dan diperhatikan , sering menjadi faktor pengamanan ampuh.

PENGERTIAN SPELEOSENTRISME

 Obyek utamanya adalah goa dengan kata lain bahaya penelusur terhadap goa atau perlindungan terhadap goa. Kadang pengertian ini yang sering ditinggalkan sehingga ancaman bagi goa sangat rawan dan akibatnya goa akan rusak. Tidak adanya perhatian dalam konservasi goa bahkan dari penelusur goa itu sendiri menyebabkan kerusakan goa yang cukup fatal. Satu-satunya cara mencegah kerusakan ini ialah dengan dianutnya etika penelusuran goa yaitu.
1.       Harus ditetapkan sistem perijinan dan rekomendasi ketat untuk penelusuran goa yang belum dibuka untuk umum.
2.       Secara konsekuen diterapkan undang-undang yang tepat yang melindungi goa dan biota didalamnya.
3.       Akses tetap dibiarkan sulit, untuk menghindari vandalisme.
4.       Larangan publikasi goa-goa yang indah dan peka, tanpa ada tanggung jawab.
5.       Jangan mengajak sembarang orang memasuki goa.
6.       Goa tertutup. Biasanya pintu goa didesain khusus sehingga tidak menganggu keluar masuk biota goa.
7.       Mengsakralkan goa, dianggap keramat. Dijaga juru kunci yang senantiasa mengawasi penelusur goa.
8.       Melarang total memasuki goa, hal ini perlu diberlakukan bagi goa yang memiliki nilai ilmiah tinggi, yang peka dan memiliki sifat ekonomis tinggi dengan menempatkan penjaga.
9.       Tidak menyebarluaskan laporan dan peta goa. Laporan hanya untuk instansi yang berkepentingan.

Dasar Pemetaan Goa
PENDAHULUAN
Kegiatan yang tak kalah penting dalam melakukan penelusuran goa adalah pemetaan goa. Pemetaan goa sangat bermanfaat bagi kegiatan penelusuran goa, baik untuk tujuan olahraga maupun untuk eksplorasi, karena peta goa yang dihasilkan merupakan data yang menunjang kegiatan selanjutnya. Kegiatan survey dan pemetaan dapat dibagi menjadi dua jenis kegiatan yaitu survey dan pemetaan goa. Kegiatan survey meliputi pengumpulan data, pengamatan secara kualitatif terhadap obyek-obyek multitematik (air, flora, fauna dan cuaca goa dll) dan deskripsi kasar konfigurasi lorong goa.  Sedangkan pemetaan meliputi kegiatan perhitungan, evaluasi dan pengeplotan data-data hasil survey dan observasi kedalam bidang kertas dan penyajian data berupa peta goa. Dari sini bisa diambil definisi dari peta yaitu bahwa peta adalah suatu gambaran dua dimensi dengan skala lebih kecil, dari suatu bidang tiga dimensi yang mempunyai batas-batas tertentu. Sedangkan peta goa adalah suatu gambaran proyeksi dengan skala lebih kecil dari suatu gua.
Adapun tujuan dan manfaat dibuatnya peta gua adalah :
·         Merupakan bukti otentik bagi penelusur gua, sebagai tim atau penelusur pertama dari gua tersebut.
·         Sebagai alat bantu bagi para peneliti untuk meneliti biospeleologi, hidrologi, atau disiplin lain yang berkaitan dengan speleologi.
·         Untuk mencari hubungan atau korelasi dengan gua-gua disekitarnya.
·         Untuk memudahkan dalam melakukan pertolongan atau rescue.
·         Kepentingan pertahanan dan keamanan.
·         Untuk memudahkan perencanaan pengembangan gua apabila gua tersebut dijadikan sebagai gua wisata.

JENIS PETA GUA

Peta gua dapat diganbarkan sebagai :

Plan Section

Adalah gambar peta gua tampak dari atas. Yang ditampilkan adalah sudut belokan, letak ornamen, jenisnya dan bentuk lorong gua atau arahnya.

Extended Section

Adalah peta gua tampak samping (gua dipotong secara vertikal) tanpa adanya proyeksi. Yang ditonjolkan dalam penggambarannya adalah perubahan elevasi lorong.

Projected Section

Adalah peta gua tampak samping tetapi merupakan hasil proyeksi dari plan section. Fungsinya untuk menampilkan control geologis dari bentukan sebuah goa dan kesamaan bentuknya.
Peta gua tiga dimensi/perspektif.


LAYOUT PETA

Layout peta meruapakan penataan atau peletakan informasi-informasi pendukung yang menerangkan tentang goa yang bersangkutan sehingga goa tersebut mempunyai informasi yang mudah dibaca atau disampaikan kepada orang awam sekalipun. Peta goa termasuk jenis peta tematik sehingga penempatan unsur-unsur peta tersebut tidak baku asalkan memenuhi kaidah kartografis. Namun, peta goa mempunyai keistimewaan dalam layoutnya, yaitu peta goa tidak perlu dilengkapi dengan legenda karena seluruh bentuk simbol dan perlambangan yang ada dalam peta sudah distandartkan secara internasional. Dalam suatu peta gua dilengkapi :

Nama Gua

Nama goa alangkah baiknya apabila sesuai dengan nama goa yang diberikan oleh penduduk setempat. Nama goa ini juga bisa digunakan daerah yang khas didekat goa, sebagai misal nama bukit/nama tempat/nama sungai. Klaim terhadap nama goa harap dipertimbangkan kemungkinan dampaknya yang mungkin akan muncul dikemudian hari.

Grade Peta

Grade peta yang dicantumkan sesuai dengan tingkat ketelitian survei pemetaan yang dilakukan.

Lokasi Gua

Lokasi goa bisa berupa :
·         Sistem proyeksi dalam menentukan posisi dan letak geografis suatu goa. Misalnya Goa Bribin (110o 38’ BT & 8o 5’ LS)
·         Sistem grid untuk menentukan posisi goa dalam suatu grid proyeksi yang digunakan. Dapat bersifat lokal, misalnya Luweng Daren (GR 742998) dan dapat pula bersifat nasional misalnya Goa Semuluh (x = 4644000mT y = 9113900mS)
·         Letak administrasi untuk menentukan letak geografis dalam kaitannya terhadap pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah setempat. Misalnya luweng Sapen, Desa Mudal, Kec. Rongkop, Kab. Gunungkidul, DIY.

Orientasi

Menunjukan arah utara magnetik dan tahun saat survei dilakukan. Arah utara tidak harus menghadap atas, disesuaikan dengan ukuran kertas dan gambar peta goanya. Tahun pembuatan ditulis karena tidak sepanjang tahun arah utara magnetis tetap atau sama.
Skala Peta (grafis, fraksi/angka)
·         Skala fraksi, contoh skala 1 : 200 artinya 1 cm di peta mewakili 200 cm di lapangan
·         Skala verbal, contohnya 1 = 10 km.
·         Skala grafis, perbandingan jarak horisontal sesungguhnya dengan jarak dalam peta yang ditunjukan dengan garis.contoh :

artinya setiap balok mewakili 6 km.

Skala grafis ini mempunyai keuntungan apabila peta diperbesar maka skala peta grafis akan ikut membesar sehingga kesalahan skala peta bisa diatasi. Oleh karena itu, disarankan untuk memakai dua skala yaitu skala fraksi dan skala grafis.

Cross Section

Adalah penampang melintang lorong, digambar sesuai skala. Lebih menerangkan pada bentuk lorong.

Simbol-Simbol

Simbol ini mewakili kondisi, bentukan, ornamen, keadaan goa.

Keterangan Tepi Peta

·         Waktu survey, tanggal, bulan, tahun, nama kegiatan contoh Eksplorasi Goa IV Sekber PPA DIY, Panggang, 10 – 17 Agustus 2003.
·         Surveyor, atau bisa juga team.
·         Total panjang dan kedalaman goa.


STANDART GRADE DAN KLASIFIKASI PETA GUA

Grade merupakan tingkat, yaitu tingkat ketelitian berdasarkan peralatan yang digunakan sehingga mempengaruhi penggambaran peta. Grade atau derajat ketelitian peta goa ditentukan oleh ketelitian centerline (garis arah lorong) dan detail lorong goa (penampang pada setiap titik sepanjang lorong). Adapun kriteria grade sesuai dengan kegunaannya adalah :
No
Tingkat
Kisaran Grade
Tujuan
Kegunaan
1
Rendah
1 – 2
Deskripsi awal
Keterangan dasar
2
Sedang
3 – 4
Aplikasi umum
Manfaat tambahan
3
Tinggi
5 – 7
Aplikasi rinci
Kegunaan rinci
Menurut BCRA (British Cave Research Association) standart grade peta gua dibagi menjadi 6 grade ditambah 1 grade khusus yaitu  (dianut oleh Indonesia) :

Grade Center Line BCRA

Catatan : Organisasi Caving, dan lainnya yang mereproduksi table 1, 2, 3 dalam publikasi, ijin dari BCRA untuk mereproduksi ketiga table tersebut tidak diperlukan
Grade 1 : Hanya membuat sketsa dengan akurasi rendah, tanpa membuat pengukuran.
Grade 2 : Digunakan jika diperlukan, untuk menggambarkan perantaraan dalam akurasi antara grade 1 dengan grade 3.
Grade 3 : Survei magnetic kasar. Sudut horisontal dan sudut vertikal diukur dengan peralatan, derajad kesalahan + 2,5 derajad. Alat ukur jarak dengan kesalahan + 50 cm, kesalahan posisi stasiun kurang dari 50 cm.
Grade 4 : Digunakan jika diperlukan untuk menggambarkan survey tidak sampai grade 5 tetapi lebih akurat daripada grade 3.
Grade 5 :Survei dengan peralatan magnetic. Akurasi sudut horisontal dan vertikal + 1 derajad. Akurasi pengukuran jarak + 10 cm. Kesalahan posisi stasiun kurang dari 10 cm.
Grade 6 : Survei dilakukan dengan lebih akurat dari grade 5.
Grade X : Survei berdasarkan diutamakan menggunakan theodolit sebagai pengganti kompas.

Grade diatas merupakan ikhtisar dan ditujukan sebagai peringatan bahwa grade survey yang ditunjukan diatas harus dibaca bersama-sama dengan penambahan keterangan dalam-dalam buku surveying cave. Untuk lebih jelasnya lihat keterangan dibawah.
·         Pada semua kasus harus mengikuti tujuan dari definisi dan tidak hanya yang terbaca saja.
·         Batas akurasi, definisinya adalah artinya adalah pendekatan hasil terhadap harga sebenarnya, tidak boleh dikacaukan dengan pengertian presisi yang mana pendekatan jumlah dari hasil ulangan masing-masing, dengan mengesampingkan keakuratannya.
·         Untuk grade 3 perlu menggunakan klinometer pada lorong yang mempunyai kemiringan.
·         Peralatan perlu dikalibrasi terlebih dahulu untuk mencapai grade 5.
·         Untuk grade 6 perlu menggunakan kompas yang adapat melewati batas akurasi, misalnya + ½ derajad, begitu pula untuk klinometer. Keakuratan jarak dan posisi stasiun kurang dari 2,5 cm dan perlu adanya tripod untuk kedudukan peralatan magnetik (kompas dan klinometer).
·         Untuk grade X harus dimasukan dalam catatan yaitu gambar dan tipe instrument serta teknik yang dipakai. Bersamaan dengan perkiraan keakuratan dibanding dengan grade 3, 5, atau 6.
·         Grade 2 dan 4 dipakai saat survey dilaksanakan menemui kondisi yang menyebabkan survey dengan tingkat yang lebih tinggi terhalangi, dan tidak memungkinkan untuk dilaksanakan survey lagi dimasa mendatang.
·         Publikasi ulang tabel diatas harus selalu disertai dengan catatan ini.
Sumber : Surveying Cave, Bryan Ellis, BCRA, 1975.

Klasifikasi Detail Survey

Klas A : semua detail dibuat berdasarkan hapalan di luar kepala.
Klas B : Detail lorong gua dicatat dalam goa berdasarkan perkiraan.
Klas C : detail lorong diukur di stasiun survey.
Klas D : detail diukur pada stasiun survei dan antar stasiun.

Kombinasi Grade dan Klasifikasi yang Direkomendasikan

Grade 1A
Grade 3B atau 3C
Grade 5C atau 5D
Grade 6D
Grade XB, XC, atau XD

Derajad pengukuran ini harus diusahakan, sejak dua stasiun pertama, karena kesalahan akan bersifat kumulatif, makin jauh dari titik awal, semakin besar pula kesalahan yang terjadi.
Catatan khusus :
·         Grade 3, Direkomendasikan jika memakai alat ukur magnetis kasar, misal kompas saku (Suunto MC 1 mirrors) Dan klinometer swakarya. Jarak dapat diukur dengan pita ukur.
·         Grade 5, Type survey yang paling banyak dilakukan karena merupakan survey yang cukup akurat dengan waktu yang memungkinkan. Survei direkomendasikan menggunakan leap frog method dan lokasi stasiun menggunakan penanda khusus (kertas fluorosense, atau benda lain yang mudah dilihat, posisinya diletakkan sedemikian sehingga tidak mudah bergeser misal : ditancapkan dalam tanah, ditindih batu,dll)
·         Grade 6, Diguankan oleh para spesialis. Grade ini memenuhi keinginan untuk mendapatkan akurasi tinggi dalam survei. Tripod digunakan untuk kompas dan clinometer untuk meminimalkan kesalahan posisi stasiun.
·         Grade X, Penggunaan grade X pada survei goa, biasanya pada perencanaan usaha-usaha pengembangan atau eksploitasi goa. 

PERALATAN PEMETAAN GOA

Secara umum, pembuatan peta goa relatih lebih mudah dibandingkan dengan pemetaan permukaan tanah atau dasar lautan. Oleh karena kondisi didalam goa cukup rumit maka peralatan yang digunakan dalam survey goa haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
·         Dari segi jumlah, peralatannya seminimal mungkin namun serba guna. Setidak-tidaknya yang mudah dibawa, ringan dan tidak membutuhkan tempat yang besar. Hal ini cukup dimengerti karena tingkat kesulitan goa yang beraneka ragam menuntut penyesuaian sarana dan kemampuan yang dimiliki oleh anggota tim dalam melakukan survey tersebut.
·         Dari segi kualitas dan biaya, murah tetapi tahan lama, serta tidak mudah pecah/rusak. Faktor ini dipertimbangkan mengingat efek seprti terjatuh, terbentur, terhimpit dan resiko lainnya.
·         Dari segi waktu da metode, mudah dan cepat dalam perolehan data arah, jarak, luas. Disini kemampuan tim kiranya merupakan faktor yang dominan karena tiap-tiap individu memiliki kemampuan yang berbeda. Untuk itu, kekompakan tim sangat diutamakan dalam kegiatan pemetaan goa ini.

Peralatan pemetaan goa secara khusus terbagi menjadi tiga yaitu :

Alat Ukur

1.       Alat ukur jarak
Alat ukur jarak ini meliputi pita ukur/meteran dengan panjang yang diperlukan berkisar 30 – 50 meter dengan alasan semakin panjang maka semakin besar pula fluktuasi kesalahan yang ditimbulkan oleh alat. Direkomendasikan menggunakan meteran yang terbuat dari campuran fiberglass, karena efek kemulurannya relatif kecil saat diregangkan/diulur. Alat alain bisa menggunakan topofil, relatif mahal harganya.
2.       Pengukur kemiringan
Alat ini berfungsi untuk mengetahui/ mengukur derajad kemiringan atau sudut vertikal suatu lorong goa terhadap garis rata-rata air. Umumnya alat yang diguankan adalah klinometer, abney level bahkan sampai kompas silva. Klinometer yang biasa digunakan Suunto, type PM5/360.
3.       Pengukur bearing
Alat-alat ini digunakan untuk mengetahui arah lorong goa atau sudut horisontal yang terbentuk dengan arah utara magnetis. Alat yang sering diguanakan adalah kompas : Suunto type K14/360. hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan kompas adalah bahwa kompas mudah sekali terpengaruh oleh medan magnet seperti besi, pemantik lampu karbit, aliran listrik pada kabel, senter logam maupun kabel headlamp. Oleh karena itu, diharapakan saat pengukuran jauhkan dari benda-benda yang menimbulkan medan magnet.

Alat Pencatat

Hal yang harus ditekankan adalah setiap apa yang kita lihat adalah ‘data’. Oleh karena itu, data harus dicatat. Catatan ini akan sangat membantu dan mempengaruhi dalam penggambaran petanya. Oleh karena itu, alat pencatat harus mendukung untuk pelaksanaan tersebut. Alat pencatat harus kuat, tidak mudah basah (tahan air), mudah dibawa/fleksibel. Alat pencatat yang sering digunakan adalah kertas kalkir tahan air, kertas laminating atau kodak trace dan pensil atau OHP marker sebagai alat tulisnya. Alat tulis diusahakan yang tahan air juga. Alat pencatat ini didesain khusus sehingga penggunaannya mudah, seperti pencatat variabel/ data pemetaan dan sisi lain untuk sket.

Alat Tambahan Lainnya.
Alat ukur dan alat pencatat tidaklah berfungsi jika alat tambahan pendukung lainnya tidak ada. Alat tambahan ini meliputi alat penerangan tambahan seperti senter yang tahan air, tongkat ukur atau sering disebut sebagai Yalon. Panjang Jalon ini 2 meter dan tiap panjang 20 cm diselang-seling dengan warna yang berbeda untuk memudahkan dalam pengukuran. Kertas fluorosens untuk membantu dalam pemberian tanda disetiap percabangan, kertas ini akan memancarkan sinar karena efek fluor. Spidol waterproof, untuk menulis pada alat pencatat atau kertas fluorosens. Tas atau kantong dada, berfungsi untuk menyimpan peralatan pemetaan apabila ditemui medan yang sulit. Tas ini sebaiknya dikalungkan dileher. Kamera, jika diperlukan untuk mengabadikan obyek-obyek yang sekiranya diperlukan dalam tampilan pemetaanatau informasi lainnya.


ARAH DAN METODE SURVEY

Metode Survey

1.       Forward Methode
Dimana pembaca alat (shooter) dan pencatat pada stasion pertama seorang lagi sabagai target pada stasiun kedua. Setelah pembacaan selesai pembaca dan pencatat berpindah ke stasiun kedua. Target pindah ke stasiun berikutnya. Dan seterusnya sampai stasiun terakhir. Perpindahan stasiun antara target dan pembaca harus menempati tempat yang sama.

2.       Leap frog Methode
Pembaca alat dan pencatat pada stasiun ke dua, target pada stasiun satu. Setelah pembacaan selesai, target pindah ke stasiun tiga, dilakukan pembacaan. Setelah selesai, pembaca dan pencatat pindah ke stasiun empat, dilakukan pembacaan ke arah target di stasiun tiga. Setelah selesai target pindah ke stasiun lima, pembacaan dilakukan. Pada leap frog method, memiliki keuntungan yaitu lebih akurat dan lebih cepat. Hanya saja harus berhati-hati dalam perhitungan data nanti.

Arah Survey (Pengumpulan Data)
1.        Top to Bottom, pengumpulan data dimulai dari entrance menuju ujung lorong/ dasar dari gua atau sampaistasiun terakhir.
2.        Bottom to Top, pengumpulan data dari ujung lorong/ dasar gua menuju entrance. Jadi merupakan kebalikan dari sistem top to bottom.
Penentuan Titik Stasiun :
Dasar pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan suatu stasiun survey:
1.       Perubahan arah
2.       Perubahan ekstrim bentuk lorong (3 dimensi): belokan, turunan, atap turun, perubahan lebar dinding
3.       Batas pengukuran (30 m)
4.       Perubahan elevasi ekstrim (pitch, climb)
5.       Temuan-temuan penting : biota, ornamen khusus, litologi, dan sebagainya.

Pembagian Team Survey

Idealnya dalam satu tim survey/ pemetaan gua terdiri dari 4 orang, dengan pembagian tugas sebagai berikut:
·             Orang pertama        :               Sebagai pembaca alat-alat ukur, membawa clinometer, kompas, dan meteran.
·             Orang ke dua           :               Sebagai pencatat data pengukuran, diskriptor, cross section (irisan lorong), dan skets perjalanan.
·             Orang ke tiga           :               Sebagai target pengukuran, membawa ujung meteran. Tinggi badan orang pertama dan ketiga ini harus sama, tujuannya mengurangi kesalahan dalam pengukuran sudut elevasi (kemiringan lantai).
·             Orang ke empat      :               Sebagai leader, penentu titik stasiun maupun sebagai pemasang lintasan pada penelusuran gua vertikal.

Teknik Penelusuran Goa Horisontal (TPGH)
Teknik ini merupakan teknik mendasar yang harus dikuasai oleh penelusur goa sebelum memasuki goa yang lebih ekstrim bentukannya seperti goa vertikal danlainsebagainya. Teknik ini muncul dikarenakan beragamnya bentukan lorong goa yang terbentuk didalam perut bumi yang kita belum tahu pasti derajad kesulitannya.
Dengan adanya bentuk lorong yang bervariasi inilah maka calon penelusur goa harus mempunyai skill dan teknik penelusuran goa yang memadai, bukan hanya adu nasib dan adu nekat. Bentukan lorong goa horisontal, walaupun belum menngunakan peralatan penelusuran goa vertikal yang rumit namun kesulitan yang dihadapi akan sama sulitnya jika sudah menemui lorong yang penuh lumpur, air terjun, sungai bawah tanah ataupun danau/ kolam dalam goa. Hal ini tentunya juga membutuhkan peralatan yang tidak sedikit. Adapun dalam penelusuran goa horisontal, peralatan terbagi menjadi dua yaitu :

PERALATAN PRIBADI (PERSONAL EQUIPMENT)
yaitu peralatan standar yang harus dibawa dan dipakai oleh masing-masing pribadi penelusur goa yaitu :
1.       Helm Speleo yang dapat melindungi kepala dari benturan keras.
2.       Coverall, sejenis baju bengkel yang mempunyai sirkulasi udara yang baik (mudah kering)
3.       Alat penerangan (minimal 3 jenis yang berbeda dan cadangan)
4.       Sepatu yang beralas kasar, agar tidak mudah terpeleset (sepatu boot)
5.       Pelampung (jika goanya berair)
6.       Tas/daypack
7.       Botol air
8.       Baju ganti (perlengkapan istirahat, jika menginap dalam goa)
9.       Survival bag (lilin, korek api, karbit cadangan, batery cadangan, bola lampu cadangan, coklat batangan dan permen.)
10.     
PERALATAN TIM (TEAM EQUIPMENT)
1.       Tali (hawsterlait, kermantel dynamic & static)
2.       Rigging Set (Tali pita, Padding, Carabiner screw & non screw, Pengaman Sisip/Hexentrik atau friend, Paku Pitton, Bolts, Hanger, Hammer, hauling set)
3.       Tackle Bag
4.       Kompas
5.       Kertas/stick fluorosens
6.       Medical Kit (P3K)
7.       Mapping set (jika diperlukan)
8.       Fotografi set (jika diperlukan)
9.       Perahu karet (jika diperlukan)
10.    Peralatan Camping

Tentunya dari sekian banyak peralatan yang harus dibawa, koordinasi & manajemen peralatan harus diutamakan. Didalam penelusuran goa, tidak ada anggota team yang paling kuat sehingga dia sanggup membawa peralatan yang berat. Jika hal ini dilakukan, saat itulah team mulai melakukan kefatalan buat team mereka sendiri. Oleh karena itu, pembagian peralatan untuk masing-masing personel harus dimanajemen sesuai dengan kemampuan dan porsi tugasnya.
Dalam penelusuran goa, kelenturan dari tubuh si penelusur harus diperhatikan. Akan semakin baik bila penelusur mempunyai kelenturan tubuh yang bagus sehingga mendukung semua pergerakan didalam lorong goa yang bervariasi. Setiap lorong goa akan mempunyai bentukan yang bervariasi sehingga perlu teknik untuk melaluinya. Teknik-teknik tersebut antara lain : 
·         Berjalan tegak,
·         Berjalan membungkuk,
·         Merangkak,
·         Merayap tengkurap,
·         Merayap telentang,
·         Berenang, berenang dalam goa harus memperhatikan suara gemuruh air yang ditimbulkan dipastikan tidak mengganggu pembentukan ornamen dan kehidupan biota yang ada dalam goa.
·         Menyelam, perlu peralatan khusus, tidak sembarang orang untuk melakukan ini tanpa persiapan matang.
·         Ducking, dilakukan pada lorong duck yaitu lorong yang hampir semuanya tertutup air, hanya sedikit kolom untuk udara sehingga untuk melewatinya kepala harus ditengadahkan.
·         Chimneying, gerakan naik turun pada celah vertikal dengan kaki berpijak pada dinding dan punggung menempel didinding yang lain.
·         Bridging, gerakan naik, turun, berjalan tidak pada lantai goa melainkan berjalan dengan kedua kaki dan tangan bertumpu pada dinding goa yang saling bersebrangan.
·         Dan lain sebagainya.

Alangkah mendukungnya apabila penelusur goa mempunyai skill atau teknik panjat (climbing) karena penelusuran goa juga tidak jauh berbeda dengan aktivitas memanjat. Oleh karena itu, sebelum melakukan penelusuran, pemanasan dan pelenturan tubuh perlu dilakukan. 

Teknik Penelusuran Goa Vertikal (TPGV)
Teknik ini muncul karena dalam setiap penelusuran sering kita temui keadaan lorong yang tidak memungkinkan dilewati menggunakan teknik penelusuran goa horisontal. Oleh sebab itu kemudian muncul teknik-teknik untuk dapat melewatinya, sejak pertama kali penelusuran goa vertikal dilakukan. Pada awalnya, teknik yang dilakukan adalah dengan mengikatkan tubuh pada seutas tali, kemudian muncul teknik menggunakan tangga dari tali maupun baja. Dengan perkembangan teknologi kemudian bermunculan teknik-teknik menggunakan peralatan mekanis sehingga penelusuran mudah dilakukan dan sudah barang tentu aman (safety procedure).
Dalam penelusuran goa vertikal, peralatan standart yang digunakan tidak jauh berbeda dengan teknik penelusuran goa horisontal, hanya saja dalam personal equipment masing-masing penelusur dilengkapi dengan alat SRT (Single Rope Technique). Alat SRT atau SRT set ini merupakan alat yang digunakan dalam teknik untuk melintasi lintasan vertikal yang berupa satu lintasan tali. Prinsip utama dalam peralatan ini adalah keselamatan dan kenyamanan (safety procedure).

SIMPUL DASAR

Sebelum membicarakan teknik SRT lebih jauh, seorang penelusur goa harus paham mengenai simpul dasar atau sering disebut delapan simpul dasar. Simpul ini penting dipelajari sebelum calon penelusur berlatih peralatan SRT. Simpul merupakan tali hidup, nyawa seseorang tergantung pada satu simpul. Oleh karena itu, seorang yang belum menguasai simpul dasar dan nekat melakukan penelusuran goa vertikal menggunakan SRT akan berakibat fatal.
Simpul yang baik untuk penelusuran goa vertikal dibagi menjadi lima kriteria yaitu :
·         Mudah dibuat
·         Mudah dilihat kebenaran lilitannya
·         Aman
·         Mudah dilepas
·         Mengurangi kekuatan tali seminimal mungkin

Simpul yang sering digunakan dalam kegiatan penelusuran goa adalah :

Simpul 8
Simpul 9
Simpul ini merupakan simpul yang paling sering digunakan dalam penelusuran goa, biasa digunakan pada anchor, sambungan tali, ujung tali dsb
fungsinya hampir sama dengan simpul delapan. Namun sangat jarang digunakan dalam pembuatan anchor
Simpul kupu-kupu / butterfly
Simpul bowline
simpul ini banyak digunakan untuk mengatasi cacat tali sehingga beban tali yang cacat tidak maksimal
Biasa digunakan sebagai back-up tali utama sebelum main anchor. Bisa juga digunakan sebagai footloop (double bowline
Simpul prusik
Simpul pita
Biasa digunakan untuk memasang tali prusik di lintasan, sering digunakan untuk pengaman/ back-up dalam turun tali tegang
Digunakan untuk menyambung webbing. Simpul ini merupakan overhand knot jika dipasang pada tali kernmantel. Disebut tali pita karena digunakan pada tali pipih sehingga bentuknya seperti pita
Simpul nelayan/ fisherman
Simpul double bowline/playboy
Biasa digunakan untuk menyambung tali baik tali prusik maupun kernmantel, single fisherman sangat tidak dianjurkan untuk menyambung tali lintasan (Marback)
Bisa digunakan pada pembuatan anchor (Y anchor). Bisa juga digunakan untuk pembuatan footloop

Simpul Playboy

SINGLE ROPE TECHNIQUE (SRT)
Dari perkembangan ilmu dan teknologi di bidang penelusuran goa, muncul banyak sekali teknik penelusuran khususnya penelusuran goa vertikal. Adapun beberapa teknik yang ada adalah :
Texas System
·         Italian pulley sistem
·         Rope walking system
·         Michele system
·         Floating cam system
·         Jummar system
·         Frogrig system ( system yang akan dibahas selanjutnya)


Frog Rig System


Dari banyaknya sistem yang ada, satu sistem yang standar dipakai di GEGAMA adalah Frog rig Sistem. System ini disebut juga dengan sit and stand system. Ciri pokok ini adalah menggunakan ascender dan descender dengan memindahkan berat tubuh secara bergantian antara kaki dan pinggul sehingga system ini tidak cepat lelah dan mudah beristirahat. Sistem ini dianggap paling praktis, nyaman, aman dan paling populer dikalangan penelusur goa di Yogyakarta dan merupakan standar yang digunakan di Eropa.


Dalam frogrig sistem alat yang digunakan sering disebut sebagai SRT set, yang  standart yang dipakai di GEGAMA adalah :

Seat harnest 1 buah
Fungsi seat harnest ini untuk mengikat tubuh yang dipasang pada tulang panggul(bukan pinggang) dan paha (kaki). Seat harnest ini didesain khusus karena pergerakan yang utama adalah duduk (sit & stand system), sehingga akan berbeda dengan harnest yang dipakai untuk panjat. Pemasangan seat harnest ini senyaman dan seaman mungkin. Yang perlu diperhatikan adalah pada masing-masing gesper harus dipastikan dalam keadaan terkunci
Body harnest
Fungsinya untuk memasang chest ascender atau croll di dada. Dalam pemasangannya diusahakan croll benar-benar menempel didada sehingga apabila kita berdiri tegak akan mengalami kesusahan.
Cowstail 1 buah


Terdiri dari dua cabang yaitu cowstail panjang yang berfungsi sebagai pengait antara tubuh dan hand ascender atau jummar dan footloop. Cowstail pendek berfungsi sebagai pengaman saat akan mulai maupun selesai melintasi lintasan atau pindah lintasan. Terbuat dari tali kermantel dinamis




Foot Loop 1 buah
Berfungsi sebagai pijakan kaki dan dihubungkan dengan ascender atau jummar. Macamnya single loop, 2 in 1 footloop, chicken loop dan etrier. Yang sering digunakan di GEGAMA adalah 2 in 1 footloop.
Jika footloop terbuat dari kernmantel, tidak dibenarkan untuk membuat simpul yang kemudian tidak dilepas karena akan mengganggu saat digunakan sebagai rescue



Carabiner MR Delta 1 buah
Carabiner MR Oval 1 buah
Diguankan untuk menyambungkan ujung harnest. Dan sebagai tempat pemasangan alat-alat seperti capstan, cowstail, carabiner friksi, croll. Kunci utama antara peralatan dan tubuh
Berfungsi untuk mengkaitkan antara croll dengan delta MR sehingga jarak antara croll dengan delta MR tidak terlalu dekat. Untuk menghindari dari kerumitan dan alur kerja alat.
Carabiner screw gate 2 biji
Carabiner nonscrew gate 2 biji
Berfungsi untuk mengkaitkan antar alat (cincin kait). Ada dua jenis yaiut oval dan delta. Oval digunakan pada capstan sedangkan delta dipasang untuk mengkaitkan antara jummar, cowstail dan footloop
Berfungsi sama dengan carabiner screw gate hanya saja untuk carabiner non screw ini dipasang di cowstail pendek dan sebagai carabiner friksi untuk mengurangi efek luncur pada capstan
Jummar 1 buah
Capstan 1 buah
Merupakan peralatan ascending, sering juga disebut sebagai ascender. Digunakan pada tangan
Merupakan alat descender, untuk menuruni lintasan tali
Croll 1 buah


Merupakan alat ascending yang dipasang di dada. Sering juga disebut sebagai chest ascender




Manajemen pemasangan SRT set :





1
Seat harnest dipasang bersama dengan delta MR (delta MR tidak boleh terbalik, sisi yang lebih luas dipasang di sebelah kiri).

2
Pastikan semua gesper pada seat harnest terkunci dan harnest terpasang pada tulang panggul.

3
Pemasangan peralatan di delta MR yaitu urutan dari kiri kekanan adalah loop harnest, cowstail, croll yang dikaitkan dengan oval MR, capstan yang dikaitkan dengan oval screw, carabiner friksi. Cowstail dipasang sebelum delta MR terpasang pada harnes.

4
Tidak dibenarkan memasang cowstail yang dihubungkan melalui carabiner.

5
Croll terpasang harus dihubungkan dengan oval MR, selain tidak merusak croll, pergerakan akan lebih mudah.

6
Pastikan masing-masing ujung cowstail sudah terpasang carabiner, cowstail pendek terpasang carabiner non screw dan panjang terpasang carabiner screw.

7
Jummar dan footloop terpasang menggunakan carabiner screw dengan cowstail panjang.

8
Chest harnest terpasang secara benar sehingga croll berfungsi maksimal, apabila tubuh ditegakan akan susah apabila pemasangan chest benar.






Dalam teknik penelusuran goa vertikal selain kemampuan SRT, kemampuan ‘bermain’ dengan variasi lintasan harus dikuasai. Teknik dalam melewati variasi lintasan banyak sekali jenis dan modelnya sesuai dengan keadaan goa. Dalam SRT khususnya Fogrig sistem ada dua teknik untuk dapat melewati lintasan yaitu :
Teknik Ascending (menaiki tali)
·         Secara umum tekniknya adalah :
·         Pasang croll pada tali lintasan
·         Pasang pula jummar pada tali lintasan
·         Berdirilah pada footloop/injak footloop
·         Naikkan croll (secara otomatis croll akan naik jika kita berdiri). Saat menaikan croll, beban berada pada jummar.
·         Bebankan atau pindahkan berat badan pada croll (duduk), bebaskan jummar dari beban.
·         Naikan jummar
·         Berdiri dengan footloop naikkan croll dan seterusnya

Adapun variasi dari ascending adalah : melewati intermediet/ pindah lintasan, melewati simpul/ sambungan tali, melewati carabiner deviasi.

Teknik Descending (menuruni tali)
Sebelum melakukan pemasangan descender pada tali lintasan, seorang penelusur harus dalam posisi aman, pasang cowstail pendek pada carabiner anchor, pasang pula jummar sebagai backup.
1.       Pasang descender, lalu kunci.
2.       Setelah descender terkunci, cowstail dan jummar dilepas
3.       Kunci descender dibuka dan mulailah turun.
4.       Untuk pemegangan tali diusahakan seperti orang menimba/mengulur tali.
5.       Adapun variasi dari descending adalah : melewati intermediet/ pindah lintasan, melewati simpul/ sambungan tali, melewati carabiner deviasi.

Kendala yang sering dihadapi dalam melakukan Frogrig sistem ini adalah Jummar Come Here yaitu dimana Jummar yang terpasang ditali tidak bisa kita raih atau jauh dari jangkauan kita. Keadaan seperti ini biasanya terjadi saat pemindahan beban tubuh kita dari croll ke capstan dan umumnya jummar dalam keadaan terbebani oleh tubuh kita. Cara mengatasinya :
1.       Raihlah footloop, gunakan untuk berdiri
2.       Pasang croll, beban pindah ke croll
3.       Jummar akan terjangkau
Hal yang perlu diperhatikan bahwa jummar come here diusahakan tidak terjadi saat melakukan rescue, hal ini akan menghabiskan power kita. Kunci agar terhindar dari keadaan ini adalah berlatih, berlatih dan berlatih.
Kata kunci dalam melakukan kegiatan ini adalah ‘selalu dan selalu gunakan pengaman yang tertambat minimal dua buah’. Pengaman tersebut bervariasi bisa kombinasi antara cowstail dan jummar, jummar dan croll, croll dan cowstail, descender dan jummar. Yang penting lagi adalah kita harus ‘YAKIN’, yakin apa kita kerjakan sudah benar.


 
 



















LAMPIRAN
SINGLE ROPE TECHNIQUE


Sistem riging yang digunakan dalam SRT
peralatan yang dibawa





Sudut (A°)
Berat yang di terima tiap anchor X (kg)
Keselamatan
System Anchor Y
System Anchor segitiga
0°
225
318
Comfort
30°
233
370
Comfort
60°
260
450
Comfort
90°
318
588

Caution

120°
450
869
Caution
150°
870
1.724

DANGER

175°
5.158
10.314
DANGER
1.000 pounds = 450 kg

Simbol gua
Aliran air (liter/detik)
Batu besar atau runtuhan
Aliran sungai besar (liter /detik)
Flowstone
Ketinggian dari mulut gua (meter)
Arah aliran atau masukan perkolasi
Volume kolam (m3)
Stalakmit tunggal yang besar
Ketinggian atap gua (meter)
Bendung penghalang
Kedalaman air (meter)
Lorong tembus tak diselidiki
Ketinggian yang membutuhkan tangga atau tali (meter)
Daerah kering
Ketinggian dengan tali tangan (meter)
Permukaan dinding curam ketebalan pada sisi turun
Memanjat tanpa tangan (meter)
Teras penggir ketebalan pada sisi yang turun
Tinggi pintu masuk atau tinggi lobang diatas gua (meter)
Profil pada dinding
Utara magnetik
Lorong kecil atau bekas-bekasnya
Air mengenang
Jejak-jejak pada lorong kecil
Lorong yang tenggelam (sump)
Jalur gua
Lumpur atau lempung
Kemiringan pada dasar gua
Pasir atau kerikil
Kemiringan permukaan umum
Gua memiliki banyak celah sempit dan panjang untuk masuk dengan cara SRT
 









 


Gua yang memiliki air terjun lebar dan besar
 

 


0 comments:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Search Site